Sunday, June 27, 2010

Membangun komunitas di perusahaan

. Sunday, June 27, 2010
2 comments


Apa itu komunitas dalam perusahaan ? Di dalam komunitas, orang-orang sangat peduli antar sesamanya. Di dalam komunitas ini setiap orang saling membantu dengan yang lainnya. Tidak heran, jika ada semacam ikatan bathin antar mereka. Jadi komunitas di dalam perusahaan adalah terbentuknya kondisi di mana karyawan saling peduli, dan saling membantu antar karyawan.

Di dalam suatu club mobil tertentu, anggota komunitas tersebut wajib membantu anggota komunitas lainnya jika seandainya menemukan mobil club nya mogok di jalan, meskipun tidak saling kenal.

Apalagi di dalam suatu perusahaan, anggota komunitas di dalam perusahaan wajib membantu karyawan lainnya. Memang tidak semua perusahaan mampu mewujudkan komunitas seperti itu, namun sudah cukup banyak perusahaan di Indonesia di mana di dalam perusahaan sudah ada komunitas-komunitas tertentu. Tentu saja antar komunitas tidak saling menyinggung namun tetap dalam kondisi persaingan yang sehat. Angota dalam suatu komunitas mempunyai ikatan emosional yang kuat.

Misalnya, kita bisa melihat beberapa karyawan saling berkumpul bersama ketika jam istirahat makan siang kantor. Bisa dipastikan antar mereka ada pengertian yang sama, kesepahaman, hobi, maupun minat atau kegemaran yang sama. Komunitas ini – jika dimanfaatkan dengan baik oleh perusahaan – bisa memberikan sumbangan yang sangat berarti bagi perusahaan. Antar komunitas tentu saja tidak saling menjatuhkan, bahkan sangat sering terjadi adanya kerjasama yang sangat baik antar antar komunitas. Komunitas-komunitas ini jika dipadukan secara bersama-sama dapat mempunyai nilai-nilai tertentu yang menjadi nilai yang dianut oleh perusahaan. Atau tidak jarang terjadi nilai-nilai perusahaan terwujud dalam nilai-nilai yang ditunjukkan oleh komunitas-komunitas tersebut.

Di perusahaan PT Pos Indonesia, keakraban antar karyawan sangat tinggi. Seorang siswa pendidikan, misalnya menemukan masalah di suatu wilayah tertentu kemudian minta tolong ke kantor perusahaannya di daerah tertentu, maka karyawan di kantor tersebut akan dengan sukarela membantunya. Komunitas di sini merupakan suatu budaya yang sudah dianut sejak lama.

Karyawan-karyawan tersebut sangat peduli kepada rekan-rekan karyawan lainnya. Pernah suatu ketika, seorang karyawan mengalami musibah kecelakaan. Karyawan-karyawan perusahaan tersebut secara terkoordinir oleh karyawan sendiri mengumpulkan uang bantuan untuk membantu pengobatan karyawan tersebut. Kegiatan tersebut bukan digerakkan oleh pimpinan perusahaan.

Komunitas menekankan keterlibatan dan keikutsertaan para anggotanya pada setiap kegiatan-kegiatan, dan ukuran tingkatketerlibatan adalah ketika menyelenggarakan sesuatu yang meyakinkan bahwa orang-orang yang tergabung dalam perusahaan tetap ikut dalam kegiatan-kegiatan selanjutnya dan terikat dalam kolektivitas.

Untuk membuat kepedulian di komunitas tersebut, tidak jarang seorang pimpinan juga terlibat ke dalam komunitas tersebut. Ucapan selamat ulang tahun bagi karyawan-karyawannya merupakan salah satu bentuk kepedulian yang ditunjukkan oleh pimpinan kepada para karyawannya. Karyawan menjenguk karyawan lain yang sakit, adalah bentuk kepedulian lain dari suatu perusahaan. Bentuk aktivitas komunitas lainnya adalah acara kekeluargaan karyawan, di mana seluruh anggota keluarga hadir dalam kegiatan tersebut.

Suasana komunitas juga segera diciptakan ketika karyawan baru bergabung ke dalam perusahaan. Biasanya karyawan baru berkumpul bersama dengan para seniornya dalam suatu cara kekeluargaan di luar acara formal perusahaan.
Mengapa komunitas perlu dipelihara dalam perusahaan ?

Pertama, orang pada dasarnya adalah mahkluk osial, sesama mahkluk ciptaan yang merasa nyaman dengan orang lain. Itulah, mengapa karyawan yang melakukan kecurangan atau perbuatan asusila merasa tersingkir dari lingkungan kerjanya jika dijauhi oleh karyawan lain. Ini merupakan bentuk hukuman moral apabila karyawan tidak diterima dalam lingkungan kerjanya. Pernah terjadi seorang karyawan keluar dari suatu perusahaan karena karyawan tersebut tidak mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan kerja yang baru. Dengan kata lain, dia tidak diterima oleh komunitas di tempat kerja tersebut.

Kedua, membantu menghilangkan ketidakpercayaan antar karyawan. Adanya rasa kepedulian, ikatan emosi dan batin antar karyawan akan menumbuhkan rasa saling percaya antar karyawan. Di sini juga akan terbentu suasana yang nyaman antar karyawan karyawan. Jika suasana nyaman tercipta, maka karyawan pun akan merasa senang bekerja.

Ketiga, adalah menyeimbangkan antara tuntutan kerja dan keluarga. Kegiatan sehari-hari karyawan dalam bekerja tentu sangat melelahkan. Oleh karena itu, hubungan dengan keluarga pun perlu dibina terutama untuk menciptakan saling pengertian antara perusahaan dengan keluarga. Jika ini terjadi keluarga juga mendapat perhatian dari perusahaan, dan mengerti dengan kegiatan perusahaan.

Sudahkah di perusahaan Anda terbentuk komunitas seperti ini ?

Read More »»

Lama bekerja = Hasil ?

.
3 comments


Berapa lama Anda bekerja di kantor ? Delapan jam, sembilan jam atau bahkan lebih ? Standar kerja di hampir semua perusahaan di Indonesia adalah rata-rata 8 jam. Biasanya dimulai jam 8.00 pagi sampai dengan jam 17.00.

Saya sering melihat banyak karyawan yang melakukan lembur atau bagi yang menduduki jabatan – melakukan kerja ekstra tanpa lembur sehingga harus pulang lebih lambat atau lebih dari jam 17.00. Untuk para pejabat seperti ini, sudah menjadi keharusan bahwa mereka kerja 24 jam sehari. 24 jam ? ya, istilah mereka untuk mengatakan bahwa mereka memang dituntut untuk lebih banyak memikirkan kantor (bahkan di rumah pun harus juga memikirkan kantor??).

Celakanya, para karaywan atau para staff ikut-ikutan juga pulang terlambat mengikuti atasan mereka yang pulang terlambat. Salah satu alasan mereka adalah karena malu pulang lebih cepat dari si ‘boss’. “Bos saja belum pulang, masa kita pulang lebih cepat,” begitulah alasan mereka. Saya pernah mempunyai atasan seperti ini. Kita tidak boleh pulang lebih cepat dari si “bos” karena bos beranggapan bahwa masih ada pekerjaan yang harus ‘dia’ selesaikan, sehingga kalau kita pulang lebih cepat dan ada sesuatu atau data-data yang dibutuhkan, si bos tidak kesulitan untuk memperoleh data-data tersebut. Pulang larut malam masih banyak disitilahkan sebagai bekerja keras, berarti peduli dengan perusahaan.

Di satu waktu, saya juga pernah punya atasan yang disiplin. Pulang tepat waktu dan pulang pun harus tepat waktu pula. “Ayo.., sudah waktunya pulang, istri dan anak-anak mu menunggu di rumah,” begitulah hampir setiap hari bos ini menghimbau kepada para karyawan agar pada waktu jam kerja berakhir, karyawan harus pulang. Kadang-kadang listrik padam jika jam kerja sudah berakhir, entah disengaja atau tidak. Tapi kami beranggapan, begitulah caranya si bos ini mengusir karyawannya pulang. Hal ini menyebabkan karyawan harus menyelesaikan pekerjaannya sebelum listrik dipadamkan atau jam 17.00 harus sudah beres semuanya.

Nah, kalau Anda punya atasan seperti tersebut di atas, bos mana yang Anda pilih, yang pertama atau yang kedua. Saya berani memastikan, bahwa Anda akan memilih bos yang kedua.

Persamaan yang sederhana : lama bekerja = hasil kerja, untuk saat ini sudah tidak relevan. Rumus ini mungkin masih eleven untuk jaman dulu. Atau pekerjaan ini mungkin lebih tepat untuk perusahaan pertanian atau manufaktur, di mana semakin lama membajak sawah, maka lebih banyak sawah yang bisa dibajak. Atau semakin lama mesin-mesin bekerja, maka semakin banyak produk yang dapat dihasilkan.

Untuk bidang-bidang tertentu mungkin persamaam ini masih relevan. Namun menahan karyawan untuk pulang terlambat atau hanya untuk menunggu si bos, merupakan kesalahan fatal, karena lama bekerja tidak ada hubungan dengan hasil.
Kita masih banyak melihat karyawan datang pagi-pagi, bahkan jam 07.00 sudah nagkring di kantor atau ‘lembur’ sampai malam. Namun apa hasilnya ?

Cobalah lihat, apa yang mereka kerjakan pagi-pagi, atau apa yang dikerjakan sore hari. Saya melihat banyak yang hanya mengobrol, atau kelihatan sibuk memainkan lap top nya. Entah apa yang dikerjakan. Tapi nyatanya, perusahaan tidak maju-maju saja. Teman saya berceloteh,”Kerja sampai malam saja perusahaan tidak maju, apalagi pulang cepat”. Maksud saya, bukan pulang lebih cepat, tetapi pulang tepat waktu. Saya beranggapan bahwa saat ini diperlukan kreativitas dan inovasi dalam menyelessaikan pekerjaan-pekerjaan tersebut. Diperlukan kecerdikan dan kelihaian agar pekerjaan-pekerjaan tersebut dapat diselesaikan tepat waktu.

Mengapa saya tidak setuju kalau bekerja sampai malam atau lembur ?

Pertama : Semakin lama seorang karyawan bekerja berarti sebuah pemborosan. Artinya perusahaan harus membayar lembur kepada karyawan. “Di tempat saya, perusahaan tidak membayar lembur pak, tapi karyawan dengan sukarela bekerja sampai malam.” Wah kalau begitu, perusahaan ini tidak memperhatikan karyawannya dan cenderung ‘mengeksploitasi’ karyawannya (istilah ini mungkin terlalu kejam untuk disampaikan).

Kedua : bekerja terlalu lama dapat menyebabkan karyawan tidak focus sehingga karyawan sering membuat kesalahan. Kesalahan ini kadang harus dibayar dengan harga yang tinggi karena merugikan perusahaan. Mengapa, orang-orang yang bekerja di rumah sakit atau pilot sangat ketat dalam pengawasana jam kerja. Karena kalau mereka melakukan kesalahan akan berakibat fatal bagi pasien atau penumpang.

Ketiga : bekerja terlalu lama dapat menyebabkan berkurangnya kesehatan fisik dan mental. Karyawan akan mengalami tekanan mental, sehingga sering menjadi stress dan selanjutnya akan berdampak pada kesehatan karyawan. Lembur sekali dua kali tidak apa-apa, tetapi kalau lebur yang terlalu sering dapat mempengaruhi fisik dan mental karyawan. Teman saya mengatakan,”rambut saya sudah habis karena memikirkan perusahaan”, atau ,”tanpa disadari rambut kita semua pada memutih karena stress”.

Cobalah perhatikan karyawan di lingkungan kerja Anda. Lihatlah apakah raut muka mereka kelihatan cerah, sehat dan gembira? Atau bahkan sebaliknya, wajah-wajah mereka yang menunjukkan keletihan karena bekerja sampai larut malam.

Keempat : karyawan dapat pulang tepat waktu juga merupakan kebahagian karena mereka segera dapat berkumpul dengan keluarganya. Karyawan yang bahagia di rumah, besar kemungkinan di kantor pun mereka dapat menikmati pekerjaannya dengan baik.
Suasana yang lebih santai dan segar dapat membuat orang lebih produktif dan lebih kreatif. Orang akan sulit bekerja dalam suasana yang stress dan suasana kerja yang tidak kondusif, yang hanya mementingkan jam atau lamanya kerja.

Beberapa perusahaan besar di Indonesia bahkan mengharuskan karyawan untuk mengambil cuti. Mengapa ? Selain karena alasan kesehatan, di mana karyawan harus beristirahat untuk memikirkan perusahaan, cuti juga merupakan cara untuk menghindari kebocoran perusahaan,karena selama diganti oleh pejabat pengganti, seluk beluk pertanggungan keuangan akan dengan mudah dapat diawasi.

Yang penting bagi saya bukanlah seberapa lama kita bekerja, juga bukan seberapa tepat waktu kita hadir di kantor, tetapi bagaimana kita menggunakan waktu yang hanya 8 jam tersebut dapat menghasilkan sesuatu atau memberikan nilai bagi perusahaan atau – menggunakan waktu yang tersedia untuk dapat menjalanakn segala sesuatunya berjalan sebagaimana mestinya, berkaitan dengan apa yang dapat kita sumbangkan ke perusahaan kita dengan waktu 8 jam tersebut. Artinya seberapa efektif kita bekerja, bukan seberapa lama kita bekerja.

Saya ingat betul apa yang disampaikan bos saya jenis kedua di atas pada waktu saya bekerja : ”Jangan main-main di waktu jam kerja, selesaikan tugas dan pekerjaan dengan efektif”. Dengan mengubah nilai-nilai bekerja bagi karyawan, maka hasil kerja diharapkan lebih banyak atau dengan kata lain karyawan akan lebih produktif.

Bagaimana menurut Anda ?

Read More »»